Minggu, 30 November 2008

DiDo - White Flag


I know you think that I shouldn't still love you, Or tell you that.
But if I didn't say it, well I'd still have felt it where's the sense in that?

I promise I'm not trying to make your life harder
Or return to where we were

I will go down with this ship
And I won't put my hands up and surrender
There will be no white flag above my door
I'm in love and always will be

I know I left too much mess and
destruction to come back again
And I caused nothing but trouble
I understand if you can't talk to me again
And if you live by the rules of "it's over"
then I'm sure that that makes sense

I will go down with this ship
And I won't put my hands up and surrender
There will be no white flag above my door
I'm in love and always will be

And when we meet
Which I'm sure we will
All that was there
Will be there still
I'll let it pass
And hold my tongue
And you will think
That I've moved on....

I will go down with this ship
And I won't put my hands up and surrender
There will be no white flag above my door
I'm in love and always will be

I will go down with this ship
And I won't put my hands up and surrender
There will be no white flag above my door
I'm in love and always will be

I will go down with this ship
And I won't put my hands up and surrender
There will be no white flag above my door
I'm in love and always will be

I Will Survive


by Cake


At first I was afraid
I was petrified
I kept thinking
I could never live without you by my side
But then I spent so many nights
Just thinking how you'd done me wrong

And I grew strong
I learned how to get along
So now you're back
From outer space
I just walked in to find you here

Without the look upon your face
I should have changed my f-ing lock
I would have made you leave your key
If I'd have known for just one second
You'd be back to bother me

Oh now go,
Walk out the door
Just turn around now
You're not welcome anymore
Weren't you the one who tried to break me with desire
Did you think I'd crumble
Did you think I'd lay down and die
Oh no, not I
I will survive
As long as I know how to love I know I'll be alive
I've got all my life to live
I've got all my love to give
I will survive
I will survive
Yeah, yeah

It took all the strength I had
Just not to fall apart
I'm trying hard to mend the pieces
Of my broken heart
And I spent oh so many nights
Just feeling sorry for myself
I used to cry
But now I hold my head up high
And you see me
With somebody new
I'm not that stupid little person still in love with you

And so you thought you'd just drop by
And you expect me to be free
But now I'm saving all my loving
For someone who's loving me

Oh now go,
Walk out the door
Just turn around now
You're not welcome anymore
Weren't you the one who tried to break me with desire

Did you think I'd crumble
Did you think I'd lay down and die
Oh no, not I
I will survive
As long as I know how to love I know I'll be alive
I've got all my live to live
I've got all my love to give
I will survive

I will survive
Yeah, yeah

Sabtu, 29 November 2008

PRAHARA

Cerpen oleh djokays

Dia menyadari bahwa anak satu-satunya tidak akan kembali kepadanya lagi. Anaknya sudah memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Tentunya ia merasa gagal sebagai seorang ayah yang diberi-tugas oleh almarhumah mendiang istrinya untuk menjaga anak mereka. Sebagai seorang laki-laki yang telah ditinggal mati istri sebenarnya ia masih bisa bertahan dengan keberadaan anaknya, buah cinta ia dengan seseorang yang pernah singgah di relung hatinya yang paling dalam. Namun ia sekarang merasa benar-benar sendiri menjalani hidup. Memang pernah terlintas dalam benaknya bahwa ia berkeinginan untuk mencari pengganti istrinya guna mengisi kembali kekosongan dalam dirinya, namun sulit baginya ia sangat mencintai istrinya.

Di keberadaanya yang sendiri membuat ia seringkali berpikir mengenai saat-saat indah masa-masa lalu yang pasti tidak akan pernah kembali sama, walaupun kembali pastilah tidak akan pernah sama. Hal itu mengingatkan ia pada ungkapan seorang filsuf Yunani yang mengatakan tidak ada sesuatu pun yang dapat diangap sempurna[1]. Tentunya pelaku-pelaku dari kisah-kisah indahnya tidak akan kembali memerankan perannya sebagai istri dan anaknya. Ia terpaksa membiarkan masa lalu dimiliki oleh masa lalu. Kalau toh ia berusaha menghadirkan masa-masa indah masa lalu, hal itu hanya bisa dalam rasa bukan dalam nyata. Sepertinya masa lalu, past tidak akan kembali dan tak bisa dihadirkan dalam masa sekarang, present, Baginya masa akan datang (future) adalah remang-remang ia bahkan tak mampu untuk menggambarkannya. Ia hanya bisa memahami adanya hadiah, present yaitu hari ini . [2]

ÿÿÿ

Setiap hari di waktu yang hampir persis sama ia selalu memandang keluar pintu gerbang rumahnya. Ia nampaknya sangat merindukan anaknya. Tepat dihadapan matanya beringin besar yang sekian tahun yang lalu sudah menghiasi halaman depan rumahnya masih setia berdiri dengan anggunnya. Akarnya sudah sangat panjang menjulur kemana-mana seakan-akan dengan keangkuhannya hendak meresapi dan menghisap habis seluruh sari-sari makanana yang ada dalam tanah.

Setelah berpuas-puas memandangi suasana halaman depan rumahnya. Dari beranda rumah ia masuk ke ruang tamu keluarga yang penuh dihiasi lukisan-lukisan buah karyanya. Terbayang masa-masa nuansa indah kehidupan rumah tangganya.

Kemudian Ia tatap sebuah bingkai photo keluarga yang sudah nampak usang dimakan usia. Jelas masih terlihat ia bersama Prahara anak mereka satu-satunya sedang berdiri diantara Nina istrinya. Kala itu Prahara berusia lima tahun, ia seperti melihat gambaran masa kecil dirinya dalam diri si kecil Prahara. Pandangannya terus memperhatiankan photo-photo lainnya, pada akhirnya, kedua belah matanya tertuju pada sebuah photo terakhir ia bersama Prahara. Photo itu diambil sebulan sebelum Prahara memutuskan pergi meninggalkannya. Prahara merangkul erat dirinya sambil memegang kail ikan yang memang mereka dapat saat mereka memancing di salah satu pulau di kepuluan seribu.

ÿÿÿ

Prahara bukan hanya seorang anak kecil lagi baginya semenjak di usia remaja menjelang dewasanya ia, Prahara lebih menampakkan sosok orang muda sebagaimana ia ayahnya. Secara phisik ia, Prahara hampir sempurna menyerupai ayahnya. Kalau ingin tetap dilihat perbedaannya hanya kumisnya yang membedakan mereka. Kumis Prahara lebih tipis dibandingkan dengan kumis ayahnya. Dan banyak hal dalam wataknya yang hampir tidak bisa dibedakan. Kekerasannya pada suatu keinginan membuat ia, Prahara tidak pernah putus asa untuk meraihnya. Itu ia buktikan dengan usahanya untuk meraih gelar sarjana. Ia berusaha sangat keras terhadap dirinya. Ia membuat dirinya larut pada schedule hariannya, begitu detil ia menulis program kerja meraih cita-cita. Dimulai dari bangun pagi hingga istirahat malam, begitu rapi ia menjadi kan menit demi menit diisinya dengan aktivitas yang berguna. Kesadarannya sangat tinggi dan berjiwa konsekwen dengan jadwal yang sudah ia buat.

ÿÿÿ

Prahara bertumbuh dewasa memang berkat usaha Birowo, ayahandanya. Ibunda Prahara meninggal ketika Prahara berumur sebelas belas tahun. Ibundanya hanya bisa mendampinginya menikmati masa anak-anak, bahkan ia, ibundanya belum sempat mendampingi Prahara kecil memasuki masa remaja.

Kala itu, ketika Ibundanya meninggal dunia Prahara baru saja memasuki bulan kesembilanya duduk di kelas lima Sekolah Dasar. Prahara sangat terpukul karena kepergian ibundanya begitu cepat. Prestasi belajarnya menurun drastis. Selama empat tahun dari kelas satu sampai kelas 4 berturut-turut ia menduduki rangking pertama di kelasnya. Namun prestasinya semakin menurun ketika ia memasuki tahun kelima dan keenam. Nilai-nilai mata pelajarannya jauh dari bagus. Perubahan karakter selama dua tahun setelah kepergian ibunya sangatlah berbeda. Perubahan sikap dari aktif menjadi pasif dalam merespon sesuatu, memuat Birowo ayahandanya sangat khawatir.

Sikap pasif dalam diri Prahara kemudian berubah ketika ia memasuki masa Sekolah Menengah Pertama. Dan peran ganda Birowo selaku ayah merangkap ibunya mulai Prahara rasakan. Memang Birowo sejak sepeninggal istrinya ia menjadi lebih memperhatikan Prahara anaknya.

ÿÿÿ

Sebagai seorang seniman ia termasuk seorang yang cukup disegani oleh rekan rekan sesama seniman. Ia cukup toleran dan ramah terhadap rekan-rekannya. Bahkan rekan-rekannya sering kali datang untuk berbagi problem kehidupan dengannya. Ia sering berusaha membantu memecahkan masalah-masalah mereka. Ia memang banyak tahu akan segala hal, namun tak pernah ada terlintas dalam benaknya untuk mengurui rekan-rekannya. Prinsipnya kuat namun tidak kaku, ia tidak pernah memaksakan kehendaknya. Ia memikirkan terlebih dahulu setiap demi kata yang ia akan ucapkan ia tidak ingin menyakitkan hati rekannya. Dihadapan rekan-rekan sesama seniman ia terlihat bijak.

Birowo mempunyai galeri yang dimiliki dari usahanya menuangkan buah pikirannya melalui sapuan kuasnya yang begitu penuh arti. Perjalanan hidupnya dalam mengeluti dunia kesenimannya Ia lalui sebagai seorang seniman lukis jalanan. Hingga suatu hari seorang Turis Belanda melihat hasil karya lukisannya dan Turis Belanda itu sangat tertarik dengan karya lukisnya dan ia menawarkan tempat yang bisa dipakai Birowo untuk menjadi galeri pribadi yang sekarang ini ditempatinya.

Birowo banyak sekali melukis situasi Indonesia di Jaman Belanda, Jaman Jepang dan Jaman Kemerdekaan. Sebenarnya Ia hanya merekam perkataan ayahnya. Ayahnya banyak mengatakan peristiwa sekitar tiga jaman itu. Ia sendiri lahir di saat Bangsa Indonesia tengah meniti tahun-tahun menikmati kemerdekaannya. Tepatnya disaat Bangsa Indonesia sedang mengalami guncangan hebat. Kala itu terjadi pembrontakan yang dilakukan oleh suatu organisasi politik yang cukup besar anggotanya. Konon sempat terbersit khabar bahwa peristiwa itu meminta korban meninggalnya anak bangsa hingga lebih sejuta orang. Belum lagi derita yang ditanggung oleh anak-cucu mereka yang hampir dikucilkan dalam masyarakat akibat sikap pemerintah yang berkuasa saat itu. Pemerintah yang berkuasa tetap berusaha ingin menghancurkan hingga anak keturunan pengikut partai politik yang dicurigai akan merongrong wibawa pemerintahan mereka.

Masa kecil Birowo di habiskan di sebuah kota yang dikenal dengan sebagai kota Perak dimana banyak anak-anak muda mempunyai keterampilan membuat kerajinan tangan yang terbuat dari perak, lebih jelasnya di suatu pojok benteng di Yogyakarta. Birowo merasa Ibukota lebih membawa tantangan dibandingkan dengan kota tempat kelahirannya. Sepeninggal kedua orang tuanya dan setelah menyerahkan segala urusan mengenai kepemilikan rumah beserta tanah peninggalan kedua orang tuanya kepada adiknya yang cuma seorang, Birowo memutuskan untuk meninggalkan kota kelahirannya untuk merantau ke Ibu kota.

ÿÿÿ

Kedatangan Prahara tepat pukul dua belas tengah malam menjelang pagi, membuat sang Ayah, Birowo sangat terkejut. Pasalnya sang Ayah merasa yakin benar bahwa anaknya tidak akan pernah kembali, setelah pertengkaran yang begitu hebat antara mereka berdua.

Masih terngiang dipendengaran Birowo ketika Prahara mengucapkan serangkaian kata dengan nada yang sangat tinggi dibarengi dengan kekesalan yang sangat sengit:

“Ingat yah !” katanya, “ Aku tidak akan pulang lagi. Aku benci ayah! Apa yang ayah lakukan terhadapku itu tidak bisa dibenarkan. Beraninya ayah merusak kepercayaan yang sudah kita bangun selama ini, yah ?”

Dengan penuh penyesalan Birowo hanya tertunduk, menanggung rasa bersalah yang dalam. Ia, Birowa tidak diberi kesemptan untuk menjelaskan duduk perkaranya pada Prahara.

ÿÿÿ

Tepat dihadapan Birowo ada seorang anak muda basah kuyup bertubuh tinggi, berambut sedikit ikal serta bertahi lalat dintara bibir dan hidungnya yang bangir. Anak muda itu tak lain dan tak bukan adalah Prahara. Prahara berdiri di depan pintu gerbang sambil tangannya menempel terus pada “bel”. Ia sepertinya kedinginan tertimpa rintik-rintik hujan yang telah membasahi sekujur tubuhnya.

Dalam keraguannya ia, Prahara merasa bel itu tidak patut dipergunakan baginya, mengingat kata-kata terakhir yang ia sempat katakan pada ayahnya. Ia malu menelan ludahnya sendiri.

Mengapa aku begitu keras kepala…… mengapa kata-kata kasar itu harus keluar dari mulutku.. aku begitu menyesal….

Tapi apalah artinya penyesalan yang sudah terlanjur dan itupun terjadi hampir lima belas tahun yang lalu.

Prahara terus memandang ayahandanya setelah Birowo membukakan pintu depan baginya. Prahara tetap terdiam. Birowo masih belum bisa mengenalinya siapa laki-laki yang berdiri dihadapannya. Tampak keterkejutan diraut wajah tua Birowo disaat ia sedikit mulai mengenali siapa sebenarnya laki-laki dewasa yang berdiri dihadapannya, bertubuh tinggi, berambut sedikit ikal serta bertahi lalat dintara bibir dan hidungnya yang bangir, Ia tak lain dan tak bukan Prahara anaknya. Ia langsung merangkul dan menciumi wajah Prahara yang tertunduk diam. Birowo tak tahan menahan haru. Keriduannya selama lima belas tahun tertuang pada sepengal kisah haru. Begitupun dengan Prahara, tak kuat menahan haru berkecamuk dalam dadanya yang sesak dengan perasaan bersalah kepada ayahandanya. Ia sadari sekarang betapa mereka pun sebenarnya mereka saling membutuhkan, saling mengisi dan saling merindukan kebersamaan.


ÿÿÿ

Sebenarnya Birowo sudah pernah mengatakan pada Prahara bahwa mereka, Prahara dengan perempuan yang pernah hidup bersama itu . Mereka bisa tinggal di rumah dimana Birowo tinggali. Toh rumah itu cukup besar. Banyak kamar. Lagi pula Birowo pun lebih sering berada di Galerinya. Waktu itu Birowo belum begitu mengenal siapa sebenarnya Putri , nama perempuan yang di nikahi Prahara anaknya.

Memang Birowo tidak begitu setuju dengan hubungan mereka berdua. Namun ia tidak mengatakannya pada Prahara. Ia tidak ingin melukai hati putranya yang satu-satunya itu. Ia bahkan menawarkan mereka untuk tinggal saja di rumahnya itu.

Birowo melihat ada yang aneh dengan perempuan yang duapuluh tahun lalu dibawa oleh putranya. Dari tatapan mata nya Birowo melihat ada kepura-puraan serta Ada yang lain dengan wanita itu. Ia begitu kuat mendominasi Prahara.

Mereka sempat tinggal selama beberapa tahun. Dalam kebersamaan Putri, Prahara dan Birowo, awalnya serba baik. Sebagai mantu Putri diperlakukan Birowo dengan baik bahkan sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Hingga suatu hari Birowo memergoki Putri selingkuh dengan seorang laki-laki yang bukan putranya.

Sebenarnya Birowo ingin mengatakan terus terang pada Prahara, guna menutupi aibnya, Putri berusaha merayu Birowo dengan berbagai cara. Ia, Putri tahu Birowo pun seorang laki-laki. Tentunya, ia sesekali masih membutuhkan wanita. Birowo pun akhirnya masuk dalam perangkap Putri. Awalnya Putri ingin sekali dilukis telanjang. Birowo tidak ingin.

Dan juga Birowo sempat memergoki Putri berselingkuh dengan beberapa laki-laki. Ia pun merasa perlu mengatakan pada putra tercintanya. Mengingat, Prahara begitu sibuk dengan pekerjaannya di suatu kantor apalagi ia sering tugas luar kota. Birowo awalnya ingin bicara baik-baik dengan Prahara. Namun cinta Prahara pada Putri dan kepercayaanya yang begitu kuat ia malah marah pada Birowo. Birowo dianggapnya sudah bosan dengan keberadaan mereka bahkan ia, Birowo dianggapnya mengada-ada dengan mengatakan hal seperti itu. Di mata Prahara Putri adalah segalanya, ia bahkan sama sekali tidak melihat kekurangan putri selama ia mengenal dan hidup bersamanya.

ÿÿÿ

Prahara dan Putri pergi meninggalkan Birowo. Mereka memutuskan untuk pindah ke kota kelahiran Birowo. Mereka pun pergi meninggalkan Birowo. Alasan waktu itu memang tepat Prahara mendapat tugas di Yogya, dan merekapun membawa semua barang-barangnya.

Hari itu adalah hari terakhir mereka saling bertemu, begitupun Birowo dengan mantunya. Ternyata kehidupan Prahara dan Putri tidak seharmonis yang diharapkan. Kepercayaan Prahara pada Putri harus ditebus dengan kekecewaan. Retaklah hubungan mereka. Kepercayaan yang ditanam hingga dalam menimbulkan rasa sakit yang kuat saat kepercayaan itu harus dicabut ke permukaan. Cintanya pada Putri membutakan kenyataan pahit, Prahara pun merasakan pahitnya kekecewaan



[1] . Filsuf Yunani, Herakleitos beranggapan bahwa dalam dunia alamiah tidak ada sesuatu pun yang tetap. Tidak ada sesuatupun yang dianggap definitive atau sempurna. Segala sesuatu yang ada senantiasa “ sedang men jadi” Terkenallah ucapan panta rhei, atinya : semuanya mengalir. Sebagaimana air sungai senantiasa mengalir terus, demkian pun dalam dunia jasmani tidak ada sesuatu yang tetap. Semuanya berubah terus menerus

[2] Dalam Grammar, tata bahasa inggris tempus atau tenses (waktu ) memainkan peranan penting dan pada dasarnya dibagi dalam tiga pembagian waktu yaitu past, present dan future, khusus kata present itu sendiri mempunyai arti hadiah, ada maupun hadir.


Prinsip Kepemimpinan Patih Gajah Mada



Wijnana : Sikap Bijak
Mantri Wira : Pembela Negara Sejati

Wicaksana Naya : Kebijaksanaan Berdasarkan Keadilan

Matanggwan : Mendapat Dukungan dari Bawah

Satya Bakti Haprabha :Loyal Terhadap Atasan

Wakjnana: Ahli Berpidato dan Berdiplomasi

Sajjawopasana: Rendah Hati
Dhirattasaha : Rajin dan Kreatif
Disyacita : Jujur dan Terbuka

Tanlalana : Selalu Tampil Gembira

Tan Satrisna : Tidak Mementingkan Diri Sendiri

Masini Samastna Buwono : Pencinta Alam dan Binatang

Ginang Pratidina : Selalu Menegakkan Kebenaran
Sumantri : Sebagai Abdi Negara yang Baik

Ana Yakan Musuh : Mampu Membinasakan Musuh

Jumat, 28 November 2008

Kala Sapa Tak Ada


Kala ungkap sapa sudah tak ada lalu mau buat apa
Ketika tabungan duka melimpah mau beli apa,

Ketika duka jadi harta hanya tangis saja bisa dibelinya

Untuk apa menyapa, kalau kau sendiri mulai melupa
Dimanakah Ia yang pernah ada
Kemana Ia kini berada?
Aku telah kehilangan dirinya ..............

Selasa, 25 November 2008

2007, Nov 5 13.30-17.00

Terbentang beda antara suka dan duka

Namun disaat yang sama tak beda

Tertanam kata-kata tanpa ada

Tersisa mengakar dalam luka

Aku terkurung dalam area berbisa

Takut tersengat dalam langkah yang salah

Hampa tanpa kata hanya tampak dimuka

Dengan luka terbuka menganga

Dalam diri penuh kata duka yang tak

Akan mungkin bisa terucap dalam kata-kata

Bagai terpatri kuat dalam lubuk hati

Tak akan bisa mampu seorang mengangkat

walau dengan seribu cara

Lonely ( S e p i )

Dalam sepiku

Kurasa hampa

Dalam kesendirianku

Kurasakan hatiku bicara

Dimana mereka?

Dulu pernah ada

Sekarang tak nyata


Kudapati diriku

terhempas jauh terbawa gelombang

kubiarkan ia dalam dunianya

karena kutahu tak kan mampu kumasuki

Sepertinya saatnya tiba

Bagiku tuk menikmati juga duniaku

Adanya terasa tak ada

Dekatnya terasa jauh

Satunya terasa terpisah

Saatnya tiba kutinggalkan

Duka kembali suka pada rasa

Kulepaskan tanda

Bahwa kita pernah bersama

Merasa satu adanya

Kucari tahu apa maunya ternyata ia tak ingin apa-apa

Ia ingin dirinya

Kuberanikan diri untuk melepaskannya dalam sukanya pada dirinya

Ia milik dirinya tak bisa ku menjangkaunya


Meraih Asa

Kucoba meraih Asa
Dalam jiwa untuk capai cita-cita
Lelah ku berjalan tanpa pasti tujuan
cari kucari tujuan
tanpa pernah dapatkan
Jiwaku haus damba
untuk menatap cita
kuingin tetap berusaha
namun semangat jiwa merana
jatuh terpuruk luka
yang semakin mengangga

Ku diam dalam tapa
tak sentuh apa-apa
namun jadi hampa
kujalan dalam tawa
Dikerumunan peristiwa
juga tak kudapat apa-apa

Selasa, 18 November 2008

taken from my old diary

Agustus 1995

Kugapai kematian

Untuk sampai pada ketenangan

Kutangisi kerinduan

Untuk sampai pada impian

Bila kejenuhan menyiksa keberadaanku

Kuingin bisa lepaskan kerinduan

20 Agustus 1999

kumainkan anganku pada ketakutan

kucumbui diriku pada kematian

terpuruk daku dalam ketidakpastian

luluh jiwa dan angan dalam dambaan

untuk sampai pada impian

terbalut kemurnian dalam lapisan

gula dan padat madu rasa kecintaan

akan suatu dambaan

akan bersua dalam prasangka

Cerpen: Ruang Kosong Dalam Lubuk Hati


Oleh : Djokays ( Joko Sarjono )

Sepertinya sudah tak tercium lagi wangi parfume di ruang kamar Karto, padahal kemarin ia masih merasa mencium wangi perfume. Wangi perfume itu juga biasa menyeruak ke ruang-ruang lain selain ruang kamar tidur mereka yang ada di rumah itu .

Sudah lima tahun Karti pergi. Sejak Karti dibawa lari pria lain, Karto belum berminat lagi beristrikan seorang perempuan pengganti Karti. Kehidupan selama lima tahun itu ia terus jalani dengan selalu dihantui pertanyaan; mengapa ? mengapa ? dan mengapa ?

Ia duduk di suatu bangku di sudut kamar tidur sambil mendengarkan lagu-lagu blues yang membawanya kepada kedalaman hatinya yang luka, ia merasakan luka itu semakin dalam menggerogoti hatinya, sakit hati, dendam dan kecewa masih saja bergejolak dalam batinnya padahal sudah lima tahun hal itu berlangsung.

Something told me it was over,
when I saw you and ( him ) walking

………………………………

I’d rather go blind than to see you walk away from me

(Jordan and Foster)

Lagu I’d rather go blind nya Jordan and foster itu sepertinya membuka luka lama. Saat itu juga ia tengah memperhatikan beberapa photo dalam album photo lama yang mengingatkan kebahagiannya bersama seseorang yang pernah mengisi sebagian belahan hatinya. Ia pun memasuki perenungan sejarah hidupnya, perasaanya, kegembiraanya, kesedihannya serta hal-hal lain yang terlintas dalam benaknya.

Dalam perjalanan hidup sesungguhnya lima tahun bukanlah waktu yang pendek namun bagi Karto peristiwa itu seperti baru saja terjadi kemarin. Hati Karto memang terluka dipenuhi pertanyaan yang hingga kini masih belum terjawabkan. Ia merasa bahwa dunia seakan sudah tidak menyisihkan kebahagian untuknya lagi. Namun ia harus berusaha untuk tetap tegar menghadapi semua ini. Ia memastikan bahwa hal pasti ada hikmahnya.

Lagu lainnyapun menyusul ternyata makin dalam ia telah memasuki ruang kosong di dalam lubuk hatinya, bahkan ruang di mana ia sekarang berada pun mendukung kekosongan dirinya.

Loneliness is your only friend
A broken heart that just won’t mend
Is the price you pay
It’s hard to take when love grows old
The days are long and the night turn cold
When it fade away
……..

Empty rooms
Where we learn to live without love
Empty rooms
Where we learn to live without love

…….

Empty Room , Gary Moore

♥♥♥♥

Hari itu entah mengapa kerinduan dan hasrat mengenang begitu menguasai dirinya, Karto teringat dengan perempuan yang pernah hidup bersama dirinya selama lima tahun itu. Karto kangen dengan wewangian yang memancar dari tubuh sintal Karti.

Karto sebenarnya figur pria setia, sopan dan kalem. Ia tidak banyak bicara. Karni lah perempuan yang sungguh-sungguh ia cintai. Karti begitu smart, wawasannya luas dan juga pandai bergaul. Karto pun dulu disukai oleh banyak perempuan karena ketampaannya.

Karto dan Karti adalah dua orang mantan aktivis yang menekuni teater kampus sebagai ajang mengekpresikan diri mereka Secara perlahan serta mendalam Karto benar-benar jatuh cinta dengan Karti, seorang perempuan yang nama lengkapnya Sukartini. Yang aneh nya nama perempuan itu, hampir mengarah pada namanya, hanya dibedakan dangan dua huruf vocal: i dan o. Mereka merasa mungkin kedekatan nama mengarah pada kedekatan jodoh. Mereka toh saling menyukai kala itu.

After you, there won’t be another else 2X
Yes, I’m so tired of worrying, and I’m sleeping by myself
After you, you know the sun shine no more 2X
Yes, I’m so tired of worrying, being drifted door to door
Yes, I get up this morning, can’t control my mind

………

( After You there won’t be another else ; Homesick James )

♥♥♥♥

Karto sekarang mempertanyakan apa itu kesetiaan. Sudah cukup aku bersabar. Mengapa aku harus menunggu sesuatu yang tidak pasti, seseorang yang tidak jelas juntrungnya. Ia sudah muak menunggu. Ia sekarang mengalami kesulitan memahami cinta. Cinta itu sabar

Padahal kata cinta hanya terdiri dari lima huruf namun pemahamannya begitu luas. Kata cinta bisa berfungsi sebagai subjek, kata kerja atau objek. Sepertinya cinta bisa masuk dalam susunan yang bebas. Lihat saja kata-kata ini: cinta masuk dalam fungsinya sebagai subjek, kata kerja dan bahkan juga ke objek. Dalam struktur pernyataan kata cinta bebas memasuki ruang fungsinya.

Karto cinta Karti
Cinta
membahagiakan Karto
Karti telah menelantarkan cinta Karto

Dari pernyataan itu semua jelas kata cinta memasuki fungsinnya dalam suatu kalimat. Tentunya kita tak membahas kata cinta

Karto pernah menggunakan kata itu untuk mengungkapkan perasaannya hanya kepada perempuan yang bernama Karti itu dan kata “cinta” itu sempat mendominasi hidup bersamanya. Sebenarnya ia tidak tahu kata apa yang tepat untuk mewakili perasaannya terhadap wanita kala itu.

Ia merasa cinta itu adalah rasa suka yang mendalam pada seseorang. Pemahaman itu mungkin didapati dari teman-temannya semasa ia bersekolah dulu. Mereka saling ingin menunjukkan satu sama lain bahwa mereka bisa mendapatkan seorang perempuan. Lagi-lagi Mang Karto menjadi teringat dengan Dadang, Rahmat, Lisin, Mahmud, teman-temannya ketika di SMA. Mereka pernah mengatakan hal yang sama pada mahluk yang gender perempuan.

Ternyata memang kata itu tidak bisa mewakili perasaan mereka secara tepat persis. Mereka teman-teman Karto semuanya pun cerai. Dadang dengan satu orang anak, Rahmat dengan dua orang anak, Lisin dengan tiga orang anak, dan lebih tragis Mahmud dengan empat orang anaknya. Sebagian anak-anak mereka ada yang tinggal bersama dengan mertua mereka dan sebagian lainnya ada yang memilih tingggal bersama dengan ibu yang melahirkan mereka. Semua anak teman-teman Mang Karto entah bagaimana lebih memilih para perempuan dibandingkan para lelaki. Kemungkinan perempuan dalam perannya sebagai ibu yang melahirkan mereka lebih bisa dekat secara naluri keibuannya dibandingakan dengan seorang ayah dengan anak-anaknya

♥♥♥♥

Mang Karto beda sekali dengan teman-temannya. Ia sama sekali tidak menghasilkan “buah penerus keberadaannya”. Mungkin ini yang membuat Mak Karti pergi meninggalkannya. Mang Karto tidak setuju sekali hal tersebut dijadikan alasan bagi Mak Karti untuk meninggalkannya. Masalahnya argumentasi itu kurang kuat sama sekali. Buktinya teman-temannya toh punya ‘buah penerus keberadaan’ tetap saja harus pisah atau cerai.

Sekarang ada yang sama Mang Karto dengan teman-temannya, yaitu mereka sama-sama ditinggalkan oleh mahluk yang berjender perempuan.

♥♥♥♥

Karto sedang ada di kamar. Di kamar yang tidak ada batas yang jelas antara perasaan sedih dan senang, sakit dan nikmat, marah dan sayang, benci maupun cinta. Kamar ini menjadi saksi bagaimana pernah terjadi suatu ungkapan perasaan yang sempat diwakili oleh sebuah kata yaitu kata ‘cinta’. Sepertinya kata cinta juga menjadi suatu wadah untuk mewakili penyimpanan beratus-ratus, beribu-ribu bahkan berjuta-juta kenangan cinta yang hampir semuanya indah dari umat manusia di dunia ini.

Semua barang-barang yang ada masih tergeletak tenang di tempat yang sama. Sepertinya tidak ada perubahan sama sekali dengan ketika Karti masih tinggal di rumah bersama Mang Karto.

Hari ini hujan rintik-rintik cuaca boleh dikatakan cukup dingin. Dikenakannya mantel hangat yang sudah lusuh untuk mengusir hawa dingin yang kian menusuk tulang. Mang Karto duduk terdiam sambil memandang rintik-rintik hujan melalui kaca jendela kamar itu. Sekarang ia sudah mengubur semua kenangan lamanya bersama Karti. Kata ‘cinta’ sudah tidak bisa untuk diucapkan lagi. Mang Karto sudah sangat hancur. Hanya dirinya, perasaannya, perhatiannya, curahan hasrat kasih sayangnya yang terindah yang sempat dicurahkan Mang Karto pada Mak Karti sudah kering saat ini.

♥♥♥♥

Mang Karto tiba-tiba dikejutkan, Ia tersentak,. hampir tidak pernah ada orang mengetuk rumahnya di tengah malam lagi hujan rintik-rintik. Dengan agak malas Mang Karto bangun dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju ruang tamu. Jantungnya berdetak dengan cepat, tidak seperti biasanya, saat ini ia merasa sedikit takut.

“Siapa?” , Mang Karto bertanya kepada tamu yang tidak diundangnya. Namun tak ada jawaban dibalik pintu, hanya sesekali terdengar ketukan pelan. Ada rasa takut yang dicemari keinginan tahu Mang Karto terus perpacu dalam dadanya.

“Siapa yah, berani benar mengusik ketenangan yang sedang aku rasakan”, bisik hati Mang Karto sambil menenangkan dirinya. Diputarnya ‘grendel’ pintu perlahan-lahan dibukanya pintu itu dengan hati berdebar-debar.

Tampak olehnya wajah seorang perempuan basah kuyup dengan kain yang meneteskan air menjatuhi lantai depan pintu rumah Mang Karto. Sepertinya Mang Karto merasa tengah bermimpi. Perempuan itu adalah mahluk yang pernah hidup bersamanya. Mang Karto mengusap matanya untuk meyakinkan dirinya bahwa kejadian yang tepat dihadapinya sekarang benar-benar suatu kenyataan.

“Kar….ti ?,” ucap Mang Karto dengan setengah tidak percaya.

Mang Karto memandang Mak Karti yang hampir banyak perubahan rambutnya yang pendek tak seprti dahulu dan garis kerut-kerut diwajahnya nampak begitu mengembang seakan menyimpan suatu kekecewaan dan beban pikiran yang berat. Mak Karti menundukkan kepalanya tak mampu menatap wajah Mang Karto ditengah kebingungannya. Butir-butir air mata Karti menyatu dengan tetesan air hujan yang menerpanya. Ia tak mampu berkata apa-apa, hanya isakan tangis kecil yang tak mampu ia sembunyikan dari dalam dirinya.

Mang Karto mempersilahkan Mak Karti masuk duduk di kursi rotan di ruang tamu, cepat cepat Mang Karto mengambil handuk dan memberikannya kepada Mak Karti untuk mengeringkan tubuhnya yang basah kuyup. Mang Karto langsung membuat kan teh hangat, kebetulan termos air panas masih penuh karena baru ia isi sore itu..

Ia hampiri Mak Karti, dan berkata , ”Kenapa ?” Ada apa ? ”

“Maaf kan aku, mas. “ dengan terbata-bata ia mengucapkan kata-kata itu

Karto hanya diam, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, ia merasa kosong, hampa dan tak bisa berkata apa-apa.

Rasa ibanya hampir saja menghapus kebencian, sakit hati, dendam dan kecewa yang bergejolak dalam batinnya selama kepergiannya. Karto dibuat bingung dengan keadaan yang tidak seperti biasanya. Ia tidak mengira Karti akan datang dalam situasinya yang seperti itu. Ia malah memperkirakan bahwa Karti sudah berbahagia dengan orang lain. Bahkan dalam benaknya, Karto tidak terlintas Karti akan datang dan kembali padanya seperti dalam keadaan sekarang ini. Karto merasa kepergiannya seperti suatu kematian, yaitu tidak akan kembali hadir dalam nyata.

Karto memperhatikan Karti. Ia meminum teh hangat yang ia suguhkan untuknya. Karti meminum sedikit teh hangat itu. Karto ingat bahwa ia masih mempunyai makanan kecil di dapur. Ia pun langsung ke dapur mengambilkan makanan kecil untuk Karti, begitu ia kembali ke ruang tamu ia dikejutkan oleh hilangnya Karti, Ia pun mencari-cari ke setiap sudut ruang rumahnya tetapi Karti tidak ada. Bahkan ia sempat ke halaman rumah namun pintu pagar, masih tergembok rapat, dan kuncinya pun masih tergantung dilehernya. Karto memang biasa memakai kalung yang berbandul kunci pintu rumah dan pintu gerbang rumahnya.

Ia sempat memanggil beberapa kali untuk memastikan mungkin ia berada disekitar halaman rumah. Namun Karti tidak di temuinya

Keesokan harinya ia sempat menonton berita tentang tewasnya seorang wanita korban tabrak lari yang ciri-cirinya hampir persis sama dengan wanita yang menemuinya semalam, yaitu Karti

♥♥♥♥

Wound Inside the Soul (Luka dalam Jiwa )






Jadi tanya ketika tak ada lagi sapa,
mengapa bisa tak ada saudara membawa suka ditengah luka mendera
Lalu kemana dia yang pernah ada membawa suka ditengah luka mendera
Kemudian ada lagi tanya apakah dia sudah tak ada
Ataukah dia sudah tidak sama
Bila saatnya tiba jiwa mau berpaling dari hampa,
dimana rasa suka ketika hampa menanti senja,……..
dan kapan pagi merekah pertanda cerah.

Ajaklah aku sesat berpaling dari luka dan jiwa hampa .
Ketika jiwa terpuruk dalam kekosongan batin tanpa batas ......
Apa yang bisa kulakukan……
Ketika tak ada kata lagi terucap,
ketika tak ada lagi hidup dalam diri,

hanya kebekuan merajai jiwa rapuh tanpa daya terkapar diatas duka yang dalam.


Minggu, 16 November 2008

Puisi

Akhirnya dia benar-benar
Pergi dibawa kabut
Ketidakjelasan
Ku tak mampu menghampiri
Dengan jiwa yang tersisa
Dia tidak ingat dengan siapa
Dia bersama
sepertinya
aku lenyap dalam pandangannya
Sekarang aku sudah terbiasa
Untuk tetap menunggu
Ketidakhdirannya
Kutelah dilupakannya
Karena kesibukannya,
Diam terpana dalam
Lamunaan duka
Tak ada sisa aku dalam ingatnya
Ku nanti engkau dalam sepiku
Dalam kata tak terucap
Kutatap duka dalam senyumku Dalam sapa tak terbalas

Ads

Wikipedia Search

YouTube Search

http://imgcash6.imageshack.us/img397/4715/youtubelogokr3.png